SN–Sorong, Papua Barat Daya – Sejumlah aduan masyarakat terkait dugaan praktik ilegal login yang dilakukan oleh perusahaan dan pengelola kayu di Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, menjadi perhatian serius berbagai pihak. Menindaklanjuti hal tersebut, Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Ahli Konsultan Kehutanan dan Lingkungan Hidup Nusantara (DPN AKHLHN) bersama Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) akan segera melakukan investigasi faktual di lapangan.
Sekjen DPN AKHLHN, Binsar Pariluan Hutabarat, menegaskan bahwa pihaknya akan mengumpulkan data dan bukti terkait dugaan tersebut. “Kami menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya aktivitas ilegal yang berpotensi merusak lingkungan dan melanggar hukum. Oleh karena itu, kami akan melakukan investigasi secara mendalam untuk memastikan kebenaran informasi tersebut,” ujarnya.
Binsar juga menjelaskan bahwa para pengusaha kayu harus memahami bahwa kayu yang tidak diketahui asalnya sebaiknya tidak diambil atau diangkut, karena bisa saja kayu tersebut berasal dari hutan lindung. “Jika kayu tersebut berasal dari hutan lindung, maka pengolahannya akan melanggar hukum dan dapat dikenakan sanksi,” tambahnya.
Lebih lanjut, Binsar menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 19 Huruf a dan atau b Jo. Pasal 94 Ayat 1 Huruf a dan atau Pasal 12 Huruf e Jo. Pasal 83 Ayat 1 Huruf b, Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, pelaku dapat diancam dengan pidana penjara maksimum 15 tahun dan denda maksimum Rp 100 miliar.
Perusahaan yang diduga melakukan hal tersebut sebagaimana dalam aduan masyarakat adalah PT Furama Utama Timber, PT Uni Raya Timber, PT Henrison Iriana, Bangun Kayu Irian, TPK Kayu Doni, dan PT Alamindo Bumi Hijau.
Dalam investigasi tersebut, beberapa perusahaan yang akan menjadi atensi yakni di Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya: PR Achmad Ali Sanadi, PR Anang Hariono, CV Anugerah Rimba Papua, PR Atik Kurniawati, PR Husen, PR Iswanto, CV Karya Bersama Papua, PR Mat Kholiq, PR Miftahudin, PR Muhammad Fahroji, PR Sukirno, PR Sutar, PR Tri Wahono, PT Mega Makmur Papua, PT Henrison Inti Persada, PT Henrison Iriana, CV Prima Papua, PT Tuju Kuda Hitam Sakti, dan PT Uni Raya Timber.
Modus operandi yang diduga dilakukan oleh para pelaku usaha adalah tidak memiliki izin untuk mengolah kayu industri, tetapi menggunakan modus TPK guna memperlancar kegiatan ilegal yang mereka lakukan. Dengan cara ini, olahan kayu dapat dikirim ke luar Papua, meskipun pemilik TPK hanya memiliki izin IPHHK, yang seharusnya hanya mengizinkan penjualan kayu di areal Sorong untuk kepentingan masyarakat serta pembangunan. Padahal, beberapa waktu lalu Pemerintah Provinsi Papua Barat melalui Dinas Kehutanan Papua Barat secara resmi telah menghentikan operasional produksi hasil hutan kayu di wilayah Kabupaten Sorong.