Sorong, – Pilkada Kabupaten Sorong 2024 telah selesai digelar. Namun, sorotan kini beralih pada transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana hibah Pilkada yang mencapai Rp 56,2 miliar. Dana ini bersumber dari APBD Kabupaten Sorong dan disalurkan berdasarkan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang ditandatangani oleh mantan Penjabat Bupati Sorong Yan Piet Mosso dan Ketua KPU Kabupaten Sorong pada tahun 2023.
Dengan besarnya anggaran yang digunakan untuk penyelenggaraan Pilkada, berbagai pihak menekankan pentingnya pengawasan ketat. Sesuai dengan Pasal 166 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, pendanaan Pilkada dibebankan pada APBD dan didukung oleh APBN, yang berarti ada tanggung jawab besar dalam memastikan setiap rupiah digunakan secara tepat.
Potensi Penyimpangan dan Desakan Pengawasan
Dana hibah Pilkada yang begitu besar berpotensi menimbulkan berbagai celah penyimpangan, terutama dalam hal pembayaran honor petugas ad hoc dan penggunaan operasional lainnya. Oleh karena itu, desakan kepada Inspektorat KPU RI untuk memperketat pengawasan terhadap laporan penggunaan anggaran semakin menguat.
“Kami meminta Inspektorat KPU RI untuk melakukan audit secara menyeluruh, terutama dalam penggunaan anggaran honor petugas ad hoc dan operasional lainnya di KPU Kabupaten Sorong. Transparansi dalam laporan keuangan sangat penting untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan,” ujar salah satu pemerhati pemilu.
Menanggapi hal ini, Ketua Badan Pimpinan Daerah Asosiasi Pemerhati dan Pemberdayaan Desa Nusantara (BPD APPDN) Papua Barat Daya, Yeskel Klasuat, juga turut menyoroti adanya 17 desa yang belum menyerahkan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana yang diminta oleh KPU Kabupaten Sorong.