Jakarta, Suara-News — Joko Widodo (Jokowi) tujuh tahun jadi Wali Kota Solo, dua tahun jadi Gubernur DKI Jakarta, dan sepuluh tahun jadi Presiden RI. Selama menjalani karier politiknya itu, ia merupakan kader PDIP.
Namun, jelang Pilpres 2024, hubungan Jokowi dan PDIP meradang. Jokowi bermanuver dengan memajukan anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, jadi calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto.
Sementara itu, PDIP mengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Pilpres 2024. Kemenangan diraih Prabowo dan Gibran. Jokowi memang tak pernah menyatakan dukungan pada Prabowo-Gibran secara eksplisit, tapi berbagai kebijakan pemerintah dan sikapnya menunjukkan tanda-tanda itu.
Kini, langkah politik Jokowi selanjutnya jadi pertanyaan, terutama setelah dia disebut-sebut bukan lagi kader PDIP.
Jokowi telah buka suara setelah disebut tak lagi menjadi bagian dari PDIP. Ia mengatakan saat ini menjadi partai perorangan. Namun, ia tak menjelaskan apa maksud partai perorangan itu.
Setelah tak lagi jadi presiden, Jokowi masih banyak berkegiatan yang berurusan dengan politik. Dia mendeklarasikan dukungan untuk sejumlah pasangan calon kepala daerah Pilkada 2024 dan menerima kedatangan elite partai politik.
Beberapa elite partai yang telah bertemu Jokowi yakni Ketua Umum Gerindra sekaligus Presiden Prabowo Subianto, Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani, hingga Politikus PPP Sandiaga Uno.
Bahkan, sejumlah elite partai politik menyatakan partai mereka terbuka untuk Jokowi jika mau bergabung. Tawaran datang dari Gerindra, PAN, hingga Golkar.
Partai mana yang paling mungkin jadi tempat Jokowi berlabuh?
Pengamat Politik Universitas Andalas Asrinaldi menilai kecil kemungkinan Jokowi bergabung dengan partai politik dalam waktu dekat setelah tak di PDIP.
Ia memprediksi Jokowi akan tetap mempertahankan posisi sebagai tokoh nonpartai setidaknya hingga menjelang Pemilu 2029. Menurutnya, sinyal itu bisa ditangkap dari pernyataan Jokowi soal ‘partai perorangan’.
“Makna perseorangan atau perorangan yang saya pahami itu lebih kepada bagaimana posisi dia bisa menjembatani kepentingan-kepentingan elite partai politik,” kata Asrinaldi kepada Suara-News, Kamis (12/12) malam.
“Barangkali ya menjelang 2029 beliau tidak akan menunjukkan ke partai politik manapun,” sambungnya.
Ia berpendapat posisi itu lebih menguntungkan Jokowi dari sisi kepentingan politik. Asrinaldi mengatakan Jokowi mungkin tidak lagi bisa fleksibel memainkan catur politik jika memutuskan bergabung ke partai politik tertentu.
“Karena ketika dia memposisikan diri sebagai kader partai politik tertentu, tentu partai politik yang lain tidak akan melibatkan dia dalam proses-proses politik yang lain,” ujar Asrinaldi.
“Justru bagi Jokowi rugi kalau dia menjadi kader salah satu partai politik,” imbuhnya.