“Keadaan ke depan yang kita akan hadapi tidak akan mudah. Hampir dipastikan The Fed masih akan bertahan di suku bunga tinggi, dan ketidakpastian geopolitik global, yang akan mendorong kebijakan restriktif oleh masing-masing negara, demi mengamankan kepentingan nasional mereka masing-masing,” paparnya.
Antisipasi Tantangan
Melihat tantangan yang menghadang Indonesia dalam waktu dekat, Said berharap pemerintah harus mampu meningkatkan kepercayaan rakyat. Menurutnya, ucapan dan tindakan pemerintah dan pemimpin nasional harus bisa menjadi keteladanan dalam rangka membangun kepercayaan rakyat.
“Kesampingkan terlebih dahulu kepentingan sesaat, di antara para elit. Sebab jika keadaan ekonomi ini semakin memburuk, lagi-lagi yang akan menerima risiko paling awal adalah rakyat kita sendiri,” tegas dia.
Ia pun menambahkan, dari sisi teknokratik ia meminta pemangku kebijakan fiskal dan moneter kian memperkuat kebijakan struktural perekonomian nasional. Beberapa langkah tersebut antara lain:
1. Memastikan tata kelola devisa, terutama devisa hasil ekspor sumber daya alam berjalan optimal untuk memperkuat cadangan devisa. Berikan kebijakan insentif dan sanksi yang sepadan untuk menopang tata kelola devisa nasional.
2. Terus melakukan reformasi pada sektor keuangan agar lebih inklusif, dan mendorong aliran modal asing semakin tumbuh. Sebab aliran masuk investasi portofolio kembali positif pada triwulan II 2024 (sampai dengan 30 Mei 2024) secara neto tercatat sebesar US$3,3 miliar. Artinya peluang ini perlu terus di jaga oleh pemerintah dan BI.
3. Perketat kebijakan impor, terutama pada sektor-sektor yang makin menggerus devisa, dan memukul sektor industri dan tenaga kerja. Importasi hendaknya difokuskan sebagai kebijakan jangka pendek untuk menambal defisit pangan dan energi yang terus berlanjut.
4. Pemerintah perlu memastikan SBN sebagai instrumen yang menarik bagi investor asing, dengan yield yang moderat agar tidak menjadi beban bunga. Pemerintah juga perlu memastikan stand by buyer untuk SBN, sebab SBN telah menjelma menjadi sumber pembiayaan penting bagi kelangsungan APBN.
5. Pemerintah perlu memperluas dan makin kreatif untuk menopang kebutuhan pembiayaan di tengah likuiditas nasional dan global yang makin ketat dan terbatas. Libatkan berbagai organisasi masyarakat dan asosiasi pengusaha yang menghimpun likuiditas besar ikut berpartisipasi dengan saling menguntungkan.
6. Berbagai kebijakan Bank Indonesia yang mengurangi dolar AS sebagai pembayaran internasional, dengan membuat sejumlah local currency swab terasa belum terlihat outcome-nya. Untuk itu, Bank Indonesia perlu memastikan kebijakan ini sesegera mungkin dapat diandalkan, sehingga ketergantungan terhadap dolar AS perlahan lahan bisa di kurangi.
7. Pemerintah dan Bank Indonesia perlu antisipasi kebutuhan likuiditas valas terhadap kebutuhan pembayaran utang pemerintah, BUMN dan swasta dengan meningkatkan kebijakan hedging, agar tidak makin membebani sektor keuangan.
Situasi pelemahan Rupiah dan ancaman resesi memang mengkhawatirkan. Namun, dengan kesatuan dan gotong royong semua pihak, Indonesia dapat melewati masa sulit ini dan membangun fundamental ekonomi yang lebih kuat.
(rir)