“Dalangnya ini banyak, tidak hanya satu orang, sama seperti wayang kulit di Jawa, karena tidak mungkin dalangnya itu terus. Jadi (Potehi) inilah cikal bakal pewayangan di Indonesia, setelah itu ada juga wayang Kalehi yang bonekanya digantung pakai benang,” jelasnya.
Menurut David bahwa dalang dari seni wayang Potehi tidak harus warga keturunan Tionghoa. Dalang bisa siapa saja yang ingin memainkan seni wayang tersebut.
“Tidak harus warga keturunan, tapi bisa juga masyarakat lokal, karena yang bergabung dengan Paguyuban Wayang Potehi Indonesia itu, justru keturunan Tionghoa itu kurang, justru lebih banyak masyarakat lokal,” tuturnya.
Wayang Potehi yang terbuat dari kayu lengkap dengan desain interior panggung sebagai arena pertunjukan itu masih tertata rapi di rumah David. David sendiri merupakan seorang muallaf di Desa Taeng, Gowa, Sulawesi Selatan.
Warga keturunan Tionghoa, David Aritanto tetap melestarikan seni wayang poethi. Foto: Suara-News/ilham |
Sejumlah alat musik, termasuk Piak-Kou atau gitar tradisional asal Tiongkok menjadi pelengkap dari seni pertunjukan wayang Potehi. Dalang biasanya mengenakan pakaian khas kerajaan Tiongkok pada abad ke-17.
Dalam setiap pertunjukannya, sang dalang akan memasukkan tangannya ke dalam kain wayang, kemudian memainkannya menggunakan tiga jari dengan diiringi musik.
(mir/dal)
[Gambas:Video Suara-News]