Bukan hanya itu, penerimaan negara juga berkurang sebesar Rp95,6 Triliun. Kemudian dampak kepada 1,22 juta yang bekerja di industri terkait.
Ia mengatakan dengan angka sebesar itu, maka menjadi wajar apabila Kemenperin berteriak lantang menyuarakan penolakan terhadap R-Permenkes tersebut.
“Kemenkes tampaknya juga hilang ingatan bahwa adanya kemasan polos justru meningkatkan peredaran rokok ilegal. Buktinya tampak nyata di beberapa negara seperti Prancis, Kanada, dan bahkan tetangga kita, Thailand,” jelasnya.
Khoirul menjelaskan bahwa peredaran rokok ilegal sudah mencapai angka 7 persen pada 2023. Menurutnya, ketika harga rokok naik, kemasan polos diberlakukan, potensi peningkatan peredaran rokok ilegal cukup tinggi pada tahun depan dan seterusnya.
“Pertanyaannya, apakah Kemenkes memikirkan hal tersebut? Apakah Kemenkes tahu bahwa jika seluruh skenario dalam R-Permenkes diberlakukan, potensi penerimaan negara yang hilang mencapai Rp308 Triliun,” tutur Khoirul.
Ia menyebut target pertumbuhan ekonomi tidak bisa mencapai 5 persen jika dampak ekonomi mencapai angka Rp308 triliun.
Ia juga berpendapat Kemenkes ingin menenggelamkan perekonomian Indonesia di kerak yang paling dalam ketika angka pertumbuhan ekonomi benar-benar tidak mencapai target.
“Kita mesti bersatu untuk menyuarakan penolakan terhadap R-Permenkes. Sebab, ada instansi yang ingin berusaha membenamkan Industri Hasil Tembakau ke jurang,” tandasnya.
(lna/DAL)
[Gambas:Video Suara-News]